TOKOHWANITA.COM – Sejarah dan Kelahiran Hj. Ida Fatimah Zaenal, M.Si merupakan sosok yang tidak asing lagi di mata masyarakat Bantul, khususnya masyarakat Krapyak. Ia berasal dari keluarga yang religius dan memiliki jiwa sosial yang tinggi. Ia lahir di Bangil, 4 Agustus 1952. Ayahnya, KH. Abdurrohman, merupakan tokoh Kyai yang aktif di Mabarot, sedangkan ibunya, Hj. Aisyah, aktif di Muslimat. Berbagai kegiatan orang tuanya menginspirasinya untuk aktif di berbagai organisasi. Disni kita akan membahas tentang Biografi Nyai Hj. Ida Fatimah Zaenal, M.Si, Tokoh Wanita yang Masuk ke Dalam Jajaran A’wan PBNU
Pesantren di Yogyakarta
Untuk mengembangkan karir dan ilmunya, ia merantau ke Yogyakarta. Pesantren Krapyak di kompleks Nurussalam adalah tempat yang dipilihnya. Saat itu kompleks Nurussalam diurus oleh Mbah Kyai Dalhar. Setelah meninggalkan kompleks Nurussalam, ia singgah di Pesantren Pandanaran yang terletak di Jalan Kaliurang, Sleman, Yogyakarta. Sejak itu ia terlibat dalam berbagai organisasi di Yogyakarta. Ia dikenal sebagai anak yang aktif, ulet, dan cakap.
Nasab Keluarga
Seiring waktu, ia menemukan jodoh. KH. Zainal Abidin Munawwir, putra ke-9 KH. Munawwir dari Ibu Hj. Khadijah (Keanggotaan, Bantul, Yogyakarta) menikah dengannya. Beliau dikaruniai 3 orang putra, yaitu Muhammad Munawwir (Gus Mamad), Khoiruzzad (Gus Izad) dan Khumairo’ (Ning Elok). Anak-anak Bu Ida selalu meniru sifat ayah dan ibunya agar menjadi sosok yang sukses. Tak lupa mereka juga selalu mengharap ridho Allah SWT, seperti pesan bapak ibu.
Keterlibatan Organisasi dan Politik
Biografi Nyai Hj. Ida Fatimah Zaenal, M.Si, Tokoh Wanita yang Masuk ke Dalam Jajaran A’wan PBNU – Peran Bu Ida dalam berorganisasi mulai terlihat saat masih duduk di bangku SMA antara lain dengan menjadi ketua IPPNU Komisariat Khadijah (kelas I) dan menjadi ketua OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah) saat duduk di bangku kelas II.
Setelah lulus SMA ia melanjutkan studi di Yogyakarta dan mengikuti berbagai organisasi di Yogyakarta. Ia dikenal sebagai anak yang aktif, ulet, dan cakap. Seiring waktu, ia menemukan jodoh. KH. Zainal Abidin Munawwir, putra ke-9 KH. Munawwir dari Ibu Hj. Khadijah (Keanggotaan, Bantul, Yogyakarta) menikah dengannya. Ia juga memiliki tanggung jawab baru, yaitu tanggung jawab sebagai seorang istri.
Tentu ini merupakan tanggung jawab yang berat. Karena itu, ia berniat keluar dari dunia organisasi dan ingin istiqamah sebagai ibu rumah tangga. Ia juga ingin mengaji dan mengajar di Pondok. Rupanya, suaminya tidak menyetujui keinginannya. KH. Zainal Abidin Munawwir memahami kualitas dan kemampuan istrinya. Oleh karena itu, KH. Zainal Abidin Munawwir memintanya kembali berkiprah di organisasi dan komunitas, serta mengisi pengajian di pelosok Yogyakarta.
Usaha Tidak Menghianati Hasil
Usaha Bu Ida untuk berorganisasi cukup berhasil, sehingga terpilih sebagai ketua Muslimat cabang Bantul. Saat terpilih, ia masih menjadi wakil Muslimat NU Provinsi Yogyakarta. Ternyata, aksi Bu Ida sebagai ketua Muslimat NU Cabang Bantul itu tercium oleh tokoh-tokoh di PKB (Partai Kebangkitan Bangsa). Mereka kemudian “meminta” Bu Ida untuk bergabung dengan organisasi tersebut. Dalam organisasi ini kesuksesannya melejit.
Hal itu dibuktikan dengan terpilihnya dirinya sebagai anggota DPRD Bantul. Bahkan untuk dua periode. Keberhasilan ini tidak diraih dengan mudah. Semua itu tak lepas dari komitmennya yang kuat dan pantang menyerah dalam prosesnya. Selain itu, dukungan orang-orang di sekitarnya, terutama keluarganya, sangat penting untuk perkembangan karyanya. Baginya, keluarga adalah motivator terbesar untuk membangkitkan semangat dalam belajar dan bekerja.
Perempuan Pemimpin
Pengalaman Nyai Hj. Ida Fatimah Zaenal., M.Si sebagai seorang pemimpin yang memberikan banyak arti dan nilai dalam hidup. Ia berpendapat, jika seorang perempuan memasuki sebuah kepemimpinan atau organisasi, insya Allah akan membawa kebaikan, selama kepribadian dan pola pikirnya masih benar-benar feminis.
Kerjasama dan sikap kolektif juga harus dilestarikan, karena tidak semua hal dapat diselesaikan oleh laki-laki atau perempuan saja. Tanpa adanya kerjasama yang baik, kepemimpinan tidak akan pernah berjalan efektif. Sebagai sosok yang tinggal di lingkungan pesantren, tepatnya Pondok Pesantren Al-Munawwir, Krapyak, Yogyakarta, tentu sangat mengetahui bahwa pesantren merupakan tempat pengabdian di bidang pendidikan.
Pesantren harus selalu menonjolkan ciri khas pesantren itu sendiri yang notabene menyampaikan risalah Nabi Muhammad SAW. Apalagi pesantren merupakan satu-satunya tempat yang masih murni dalam menyampaikan ilmu agama sebagai sumber utama. Pengalamannya sebagai seorang pemimpin memberinya banyak arti dan nilai dalam hidup.
Perempuan Membawa Kebaikan
Biografi Nyai Hj. Ida Fatimah Zaenal, M.Si, Tokoh Wanita yang Masuk ke Dalam Jajaran A’wan PBNU – Ia berpendapat, jika seorang perempuan memasuki sebuah kepemimpinan atau organisasi, insya Allah akan membawa kebaikan, selama kepribadian dan pola pikirnya masih benar-benar feminis. Kerjasama dan sikap kolektif juga harus dilestarikan, karena tidak semua hal dapat diselesaikan oleh laki-laki atau perempuan saja. Tanpa adanya kerjasama yang baik, di dalam kepemimpinan tidak akan pernah berjalan efektif.
Sebagai sosok yang tinggal di lingkungan pesantren, tepatnya Pondok Pesantren Al-Munawwir, Krapyak, Yogyakarta, tentu sangat mengetahui bahwa pesantren merupakan tempat pengabdian di bidang pendidikan. Pesantren harus selalu menonjolkan ciri khas pesantren itu sendiri yang notabene menyampaikan risalah Nabi Muhammad SAW.
Apalagi pesantren merupakan satu-satunya tempat yang masih murni dalam menyampaikan ilmu agama dari sumber utama dan kekinian. Baginya, pintu kesuksesan harus selalu ditujukan semata-mata karena Allah SWT tidak lain adalah mencari keridhaan Allah SWT.
Demikianlah artikel tentang Biografi Nyai Hj. Ida Fatimah Zaenal, M.Si, Tokoh Wanita yang Masuk ke Dalam Jajaran A’wan PBNU, semoga bermanfaat.