Biografi Nyai Sinta

Biografi Nyai Hj. Shinta Nuriyah, Ulama Wanita yang Masuk ke Dalam Jajaran Mustasyar PBNU

Diposting pada

TOKOHWANITA.COM – Biografi Nyai Hj. Shinta Nuriyah, Ulama Wanita yang Masuk ke Dalam Jajaran Mustasyar PBNU – Aktivitas Sinta Nuriyah Wahid tak lepas dari suaminya Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Aktivitasnya terlihat dari menemani Gus Dur sebagai aktivis, pemikir, ketua PBNU, hingga menjadi Presiden ke-4 Republik Indonesia. Meski Gus Dur telah meninggal, Sinta tetap konsisten seperti suaminya yang selalu menyuarakan HAM, pemberdayaan perempuan, dan kebebasan beragama. Kita disini akan memabahas tentang Biografi Nyai Hj. Shinta Nuriyah A. Wahid, Istri Gusdur.

Nyai sinta nuriyah
Foto Nyai Nyai Hj. Shinta Nuriyah A. Wahid

Biografi Nyai Hj. Shinta Nuriyah A. Wahid

Biografi Nyai Hj. Shinta Nuriyah, Ulama Wanita yang Masuk ke Dalam Jajaran Mustasyar PBNU – Wanita kelahiran Jombang, 8 Maret 1948 ini menikah dengan Abdurrahman Wahid pada 11 September 1971 dan dikaruniai 4 orang anak; Alissa Qotrunnada Munawaroh (Lissa), Zannuba Arifah Chafsoh (Yenny), Anita Hayatunnufus (Nita), Inayah Wulandari (Ina). Sinta dibesarkan di lingkungan pesantren. Bahkan pendidikan dasar hingga menengah tidak jauh dari lingkungan keagamaan. Pada puncaknya, ia mengikuti pendidikan pesantren khusus perempuan.

Memasuki masa remaja. Ia dijodohkan dengan putra kiai besar Nahdlatul Ulama (NU) Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Kisah cinta Sinta dengan Abdurrahman Wahid memang menarik. Gus Dur adalah gurunya ketika belajar di Muallimat. Mereka dijodohkan oleh Kiai Fatah, paman Abdurrahman Wahid. Gus Dur langsung menyetujui tawaran itu. Namun, Sinta belum siap karena trauma dengan salah satu guru yang melamarnya saat berusia 13 tahun.

Sayangnya, nama guru itu juga Abdurrahman. Namun, pada akhirnya Sinta mulai bersimpati kepada Gus Dur setelah saling berkomunikasi melalui surat, melalui surat-surat tersebut, Sinta bisa mengetahui kepribadian Gus Dur yang lembut dan berpikiran tajam.

Baca Juga:  Khadijah, Representasi Perempuan Berdaya Di Masanya

Setelah lama berkirim surat, Gus Dur melamarnya, namun Sinta masih ragu, namun seiring berjalannya waktu akhirnya ia memutuskan untuk menerima Gus Dur sebagai pasangan hidupnya. Pertengahan tahun 1966, Gus Dur melamarnya, dan keduanya bertunangan.

Dua tahun kemudian, pada September 1968, Gus Dur akhirnya menikah dengan Sinta. Namun pernikahan mereka bisa dibilang unik. Karena Gus Dur berada jauh di Kairo, Mesir, sekitar 12.000 kilometer dari Jombang, Jawa Timur, Indonesia, tempat Sinta Nuriyah berada. Karena Gus Dur tidak bisa hadir dalam pernikahan tersebut, akhirnya ia diwakili oleh kakeknya, Kiai Bisri Syansuri, yang berusia 81 tahun dan membuat heboh para tamu undangan.

Keduanya sepakat untuk menikah lagi setelah sama-sama lulus kuliah. Dan benar saja, sekembalinya dari Mesir, hal pertama yang dilakukan Gus Dur adalah menikah lagi dengan gadis yang dicintainya, Sinta Nuriyah. Semasa muda, Sinta bekerja sebagai jurnalis di Majalah Zaman antara 1980-1985 dan berhenti karena majalah tersebut tutup. Kemudian tergerak untuk membantu Syu’ban Asa di majalah TEMPO.

Karir dan Perjuangan

Biografi Nyai Hj. Shinta Nuriyah, Ulama Wanita yang Masuk ke Dalam Jajaran Mustasyar PBNU – Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid memang memiliki pemikiran kritis dan perhatian yang besar terhadap kondisi perempuan di Indonesia sejak masih remaja. Sejak awal, ia telah melihat bagaimana peran dan posisi perempuan masih dipandang sebelah mata, terutama dalam komunitas Islam. Shinta Nuriyah melihat adanya penafsiran yang masih bias gender terhadap kondisi perempuan dalam ajaran Islam. Kondisi ini menimbulkan anggapan di sebagian masyarakat bahwa kedudukan perempuan tidak sama dengan laki-laki.

Padahal, menurutnya, perempuan merupakan figur sentral dalam kehidupan manusia, karena mereka mengemban tugas suci, melahirkan, dan mendidik anak manusia. Hal ini mendorong Shinta Nuriyah pada tahun 2001 untuk mendirikan Yayasan Puan Amal Hayati, dengan tujuan agar lebih efektif dalam memperjuangkan hak dan membebaskan perempuan dari belenggu ketertindasan dan keterbelakangan.

Baca Juga:  Biografi Nyai Hj. Badriyah Fayumi, Ulama Feminis Fenomenal NU

Kata ‘Puan’ sendiri merupakan kepanjangan dari Pesantren Pemberdayaan Perempuan dan Anak. Meski Shinta Nuriyah mengenyam pendidikan dan mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Tambak Beras, sebagai pondok pesantren yang disegani dan sangat berpengaruh di Jombang, orang tuanya mengajarinya untuk berani berpikir terbuka dan kritis. Suatu kondisi yang jarang sekali dapat ditemui di lingkungan pesantren tradisional pada saat itu.

Oleh karena itu, selain advokasi dan penyuluhan, salah satu kegiatan utama Yayasan Puan Amal Hayati adalah mengkaji dan membahas Kitab Kuning, khususnya yang berkaitan dengan hak dan kewajiban perempuan dalam Islam. Kitab Kuning adalah sebutan bagi kumpulan tulisan tentang pemikiran para ulama terkemuka tentang Al-Qur’an dan Hadits yang menjadi rujukan utama di berbagai pesantren dalam mempelajari agama Islam.

Keyakinan akan kesetaraan untuk semua ini juga mendorong tekad Shinta Nuriyah untuk selalu berada di garda terdepan membela kaum tertindas atau terpinggirkan, tanpa memandang latar belakang suku, agama, ras atau bahkan kelompok masyarakat yang dianggap memiliki perilaku menyimpang dari kehidupan sosial biasanya.

Shinta Nuriyah yang telah menyelesaikan Program Pascasarjana Kajian Wanita Universitas Indonesia ini ingin mengedukasi masyarakat bahwa Islam tidak menempatkan posisi perempuan di bawah laki-laki, seperti yang selama ini dirasakan oleh sebagian masyarakat muslim.

Shinta Nuriyah, yang sebelumnya menjadi mitra utama suaminya dalam diskusi tentang banyak hal, mendiang Gus Dur; meyakini bahwa masalah kesetaraan gender merupakan masalah serius yang perlu mendapat perhatian besar dari kita semua. Hal ini karena perempuan adalah ibu yang menjadi muara/oasis perjalanan panjang peradaban manusia.

Perempuan jelas memiliki peran yang tidak tergantikan dan sangat terhormat dalam masyarakat, sehingga sudah selayaknya perempuan memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang tidak berbeda dengan laki-laki.

Baca Juga:  Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo Situbondo

Demikianlah artikel tentang Biografi Nyai Hj. Shinta Nuriyah, Ulama Wanita yang Masuk ke Dalam Jajaran Mustasyar PBNU, semoga bermanfaat terimakasih

Kunjungi gambar.tokohwanita.com

Pos Terkait:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *