Cairan-Cairan yang Keluar dari Tubuh Manusia dan Hukumnya

Oleh : Abidah Daniyah

TOKOH WANITA – Hai sobat para penerus wasiat Rosululloh SAW. Apa kabar ? Semoga selalu sehat dan tak lupa selalu bersyukur atas segala nikmat yang Allah berikan. Kali ini saya akan sedikit berbagi ilmu, mungkin kedengarannya sedikit risih atau menjijikan tapi hal ini juga penting untuk kita ketahui. Pernahkah terlintas dibenak kalian berpikir tentang cairan–cairan yang keluar dari tubuh kita?

wahai sobatku semua, penting bagi kita untuk mengetahui cairan tersebut karena hal ini sangat berkaitan dengan keabsahan ibadah yang kita jalani. Mari kita bahas dari cairan tang keluar dari tubuh bagian atas. Diantaranya ada air mata, kotoran hidung, ingus, air liur atau air ludah, kotoran telinga dan yang jarang ditemukan pada orang yang kurang sehat seperti mimisan, nanah atau muntah. Semua cairan ini hukumnya suci selain darah, nanah dan muntah. Mengapa demikian ? Karena muntah berasal dari lambung yang sudah bercampur dengan kotoran di dalamnya, meski yang keluar tidak berubah dari bentuk semula. Seperti ketika kita minum air, kemudian karena masuk angin maka air tersebut kita muntahkan maka air tersebut yang keluar dari mulut kita tetaplah najis.

Semua darah dan nanah tentunya sudah pasti tau kalau najis ya ?!. Mengingat ulama berbeda pendapat, nanah mendapat hukum lebih ringan dari pada darah. Sehingga nanah yang sedikit, sulit untuk dihindari, tidak dihukumi najis. Jadi kesimpulannya yaitu jika nanah keluar pada saat salat maka salat itu batal.  Tetapi kalau sedikit maka itu ma’fu, artinya tidak najis, karena dianggap tidak najis maka jika keluar pada saat melaksanakan shalat, maka Tidak membatalkan, dan shalat tetap sah.

Air liur atau air ludah hukumnya suci dengan catatan tidak keluar dari perut. Lalu bagaimana cara mengetahuinya ? Gampang saja. Air liur yang berasal dari perut itu biasanya berbau basin, berwarna kekuningan dan keluar ketika kita sedang dalam posisi tidur berbaring (tidak duduk dan posisi kepala sejajar atau lebih rendah dari perut). Kalau misalnya ketika ada yang tidur dengan posisi kepala lebih tinggi dari perut dan dia mengeluarkan liur maka dihukumi suci karena tidak berasal dari perut. Tetapi, hati–hati buat sobat yang sering ketiduran di masjid atau musholah dan pakaiannya terkena air liur seperti diatas yang keluar dari perut, pakaiannya harus disucikan ya, nanti shalatnya menjadi tidak sah.

Baca Juga:  Benarkah Wanita Tidak Boleh Bekerja?

Cairan lain yang keluar dari tubuh adalah keringat dan getah bening atau cairan bening yang keluar dari luka pada tubuh. Untuk keringat itu suci dan hukumnya tidak najis (paten). Yang artinya tidak dipengaruhi oleh faktor apapun meskipun makan babi sekalipun maka keringatnya tetaplah suci. Dan untuk cairan bening yang keluar dari luka tetaplah suci dengan catatan tidak berubah.

Ada cairan yang sobat semua sudah pasti tahu hukumnya najis,. Yap, benar sekali! Ia adalah kencing (urine) dan tinja. Dua cairan ini juga membatalkan wudhu. Darah haid, istihadhoh dan nifas juga termasuk najis. Ada empat macam yang keluar dari kemaluan seseorang. Pertama ruthubah farji (lendir kemaluan) hukumnya suci jika keluar dari bagian kemaluan yang wajib dibasuh ketika istinja’. Kedua adalah cairan mani, meski terdengar menjijikan mani itu hukumnya suci dan tidak membatalkan wudhu, jadi kalau ada pakaian kita terkena mani maka pakaian itu tetap dihukumi suci. Tapi….. kalau kita yang mengeluarkan mani diwajibkan mandi besar. Berikut ciri–ciri mani yang membedakannya dengan cairan yang lain, keluarnya muncrat dan terasa nikmat, ketika basah beraroma mayang kurma dan ketika kering beraroma putih telur begitu ibaratnya. Ketiga adalah madzi, cairan ini berwarna putih, encer dan lengket yang keluar saat syahwat bergejolak dan belum memuncak. Sekilas terdengar mirip dengan mani. Tetapi dengan ciri mani yang telah dipaparkan di atas, sobat harus bisa membedakan keduanya. Hukum madzi ini sama seperti kencing yaitu membatalkan wudhu dan najis. Keempat adalah wadi. Berbeda dengan sifat madzi sebelumnya, wadi berwarna putih kental dan keruh. Biasanya keluar setelah kencing atau ketika membawa barang berat. Hukum wadi juga sama dengan kencing yaitu membatalkan wudhu dan najis.

Baca Juga:  Benarkah Wanita Tidak Boleh Bekerja?

Nah, untuk sobat hawa yang bingung tentang hukum keputihan begini para ulama menjelaskan bahwa hukum keputihan (ifrazat) sebagaimana ruthubah (lendir yang selalu membasahi organ reproduksi wanita). Dalam madzhab Abu Hanifah, Imam Ahmad dan salah satu pendapat dari Imam Asy-Syafi’i dan dikuatkan pula oleh Imam Nawawi, bahwa cairan keputihan itu suci. Penulis kitab al-Hawi mengatakan, ‘Imam as-Syafi’i menegaskan dalam sebagian kitab-kitabnya bahwa keputihan wanita statusnya suci.’ (al-Majmu’, 2/570). Dalilnya berdasarkan hadis dari Aisyah radhiyallahu’anha. Ketika dijelaskan tentang masalah keputihan dalam ‘matan Zaad Al-Mustaqni’, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin memilih pendapat yang menyatakan suci. Seperti dilansir laman rumahsyo, beliau mengutarakan bahwa farji (kemaluan) itu punya dua saluran. Kesimpulannya, keputihan tidaklah najis dan tidak wajib membersihkan pakaian yang terkena keputihan.

Jadi, kalau badan, pakaian atau tempat shalat terdapat hal–hal yang sudah pasti najis, maka kita wajib menyucikannya atau menggantikannya dengan yang suci bahkan jika diperlukan untuk mandi besar terlebih dahulu. Dan kalau itu membatalkan wudhu , jangan lupa segera sucikan dan berwudhu kembali  agar ketika hendak melaksanakan shalat atau ibadah lain yang mensyaratkan kesucian badan dan pakaian.

Semoga bermanfaat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *