Biografi Nyai Hj. Machfudhoh Aly Ubaid; Silsilah Keluarga, Pesantren, Hingga Dunia Politik
Biografi

Biografi Nyai Hj. Machfudhoh Aly Ubaid; Silsilah Keluarga, Pesantren, Hingga Dunia Politik

Diposting pada

A. Kelahiran Nyai Hj. Machfudhoh Aly Ubaid

Nyai Hj. Machfudhoh Aly Ubaid merupakan salah satu tokoh wanita nusantara yang lahir di kota Jombang, pada tanggal 12 Maret 1944. Beliau merupakan anak pertama dari pasangan suami istri KH. Wahab Chasbullah dan Nyai Sa’diyah. Diantara saudara-saudarinya adalah Nyai Hisbiyah Rohim, Nyai Munjidah Wahab, KH. Muhammad Hasib Wahab, dan KH. M. Roqib Wahab.

 

B. Silsilah dan Keluarga Nyai Hj. Machfudhoh Aly Ubaid

Ketika menelusuri garis nasab Nyai Hj. Machfudhoh Aly Ubaid, penulis menemukan beberapa data yang mencatat bahwa beliau masih memiliki garis keturunan dengan Raden Mas Karebet, atau yang kita kenal sebagai Jaka Tingkir dengan gemilang legendanya.

Jika diruntut dari jalur Pondok Pesantren Bahrul Ulum, maka pendirinya adalah Kiai Abdussalam, atau yang biasa dipanggil dengan Mbah Soichah. Beliau masih memiliki nasab dan keturunan raja Brawijaya dari Kerajaan Majapahit. Ayah beliau bernama Abdul Jabbar bin Ahmad bin Pangeran Sumbu bin Pangeran Benowo bin Jaka Tingkir bin Lembu Peteng Aqillah Brawijaya.

Kiai Abdussalam atau yang biasa dipanggil dengan Mbah Soichah dikaruniai sepuluh anak. Empat diantaranya adalah perempuan dan enam lainnya adalah laki-laki.

1. Sepuluh putra dan putri Mbah Soichah

  1. Layyinah
  2. Fatimah
  3. Abu Syakur
  4. Abu Bakar
  5. Marfu’ah
  6. Hamimah
  7. Ali
  8. Muthoharoh
  9. Fatawi
  10. Ma’un

2. Nyai Layyinah

Setelah mereka mencapai umur yang lumayan dewasa, Nyai Layyinah, putri pertama Kiai Abdussalam menikah dengan Kiai Utsman. Keluarga mereka dikaruniai seorang putri bernama Halimah, yang kemudian dipanggil dengan sebutan Winih. Halimah menikah dengan Asy’ari kemudian memiliki putra yang sekarang kita kenal sebagai pendiri Nahdlatul Ulama’, Hadratusy Syaikh KH. Hasyim Asy’ari.

3. Nyai Fatimah

Sedangkan Nyai Fatimah dipersunting oleh Kiai besar bernama Kiai Said. Sepasang keluarga ini dikaruniai seorang putra bernama Kiai Hasbullah. Beliau adalah kakek dari Nyai Machfudhoh, seorang tokoh wanita pendiri Pondok Pesantren Tambak Beras, Jombang.

Baca Juga:  Laksamana Malahayati: The Guardian Of Aceh Kingdom

4. Nyai Machfudhoh

Nyai Machfudhoh dipersunting oleh seorang Kiai yang bernama KH. Aly Ubaid, beliau adalah putra dari KH. Abdullah Ubaid. Mereka menikah pada tahun 1962. Namun setelah hari-hari pernikahannya berjalan, KH. Aly Ubaid kembali ke Makkah. Dan tepat pada bulan Agustus 1963, diadakanlah resepsi pernikahan. Setelah pernikahannya, ia pindah ke Tebet, Jakarta. Sepasang suami istri ini dikaruniai seorang putri yang bernama Ulfah Masfufah. Kemudian menikah dengan Kiai M. Mujib dan dikaruniai dua putri dan seorang putra, yaitu Nyai Nabila Maulidyah, Kiai M. Masrur Maulidi, dan Nyai Nazihan Nabihah.

Kiai Hasbullah menikah dengan Nyai Latifah. Semasa hamil putra dan putrinya, Nyai Latifah tidak pernah lepas dari lantunan ayat-ayat al-Qur’an. Beliau biasanya menghatamkan al-Qur’an dalam waktu tiga hari sekali. Semenjak kehamilannya, beliau selalu riyadhoh, tirakat, dan menjalankan puasa senin kamis.

Tidak heran, putra dan putri beliau menjadi tokoh ulama yang sangat masyhur. Diantara putra dan putri Kiai Hasbullah adalah Kiai Abdul Wahab Hasbullah, Kiai Hamid, Kiai Abdurrahim, Nyai Khodijah, dan Nyai Fatimah.

 

C. Pendidikan Nyai Hj. Machfudhoh Aly Ubaid

Nyai Machfudhoh termasuk sebagai anak yang riang dan bahagia, meskipun beliau terlahir ketika Indonesia sedang dijajah. Sejak kecil, Nyai Machfudhoh mendapatkan didikan langsung dari ayahnya. Beliau giat belajar beberapa kitab kuning. Sedangkan dalam belajar mengaji al-Qur’an, beliau belajar bersama ibunya. Di masa kecilnya juga, Nyai Machfudhoh sering sekali terserang penyakit, seperti mimisan, bisulan dan sesak nafas.

1. Masa Remaja

Keseharian Nyai Machfudhoh kecil tidak lepas dari dunia permainan. Nyai Machfudhoh sangat suka permainan yang penuh dengan tantangan. Beliau juga suka bermain dengan saudara dan teman laki-lakinya. Diceritakan pada zaman penjajahan Belanda ia sering sekali bermain perang-perangan dan membuat bungker tiruannya sendiri.

Selain bermain, Nyai Machfudhoh juga sangat senang ketika mendapatkan cerita dari ayahnya, KH. Wahab Hasbullah tentang sahabat-sahabatnya. Beliau juga sering bercerita ketika dalam perjalanan. Sambil berjalan, beliau menceritakan tentang kota-kota yang sedang dilewatinya, seperti ketika lewat kota Solo, maka beliau akan bercerita tentang keraton Solo.

Baca Juga:  Rufaidah Binti Sa'ad: Biografi dan Kisah-Kisah Inspiratif Perawat islam pertama yang hidup Masa Nabi Muhammad SAW

Kiai Wahab Hasbullah juga sangat memperhatikan putrinya itu. Nyai Machfudhoh kecil selalu didekte sholat oleh sang ayah. Mulai dari bacaan-bacaan yang dibaca ketika sujud, ruku’ begitupun dengan wudhu.

2. Belajar

Setelah melakukan dekte biasanya ayahnya memberi koreksi bila ada kekurangannya. Masa-masa kecil Nyai Machfudhoh juga dilatih untuk mudah berbagi, menyambung silaturrahim dan dikenalkan dengan organisasai NU. Nyai Rahma, Ibunya juga sering mengajari berbagi hal dengan cara menyuruhnya mengirim makanan ke Mbahnya, Nyai Latifah. Selain itu, KH. Wahab Hasbullah juga memberi teladan yang baik. Ketika KH. Wahab pulang dari Jakarta, beliau membawakan oleh-oleh dan membaginya kepada keponakan-keponakan.

Nyai Machudhoh kecil sering diajak oleh ayahnya mengikuti kegiatan-kegiatan organisasi NU. Ketika ada muktamar atau konferensi, Nyai Machudhoh gemar ikut walaupun beliau hanya main-main, melihat bazar, dan makan-makan. Sekitar kelas 4 Sekolah Dasar, beliau sudah ikut kelompok diba’an Fatayat keliling. Jika ada kegiatan diba’an, maka beliau selalu berada di barisan paling depan.

 

D. Mengasuh Pesantren

Sejak pada awal tahun 1994, Nyai Hj. Machfudhoh Aly Ubaid menjadi pengasuh di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambak Beras, Jombang.  Beliau dibantu oleh adiknya sendiri yang bernama Gus Roqib dan istrinya. Karena pada saat itu, beliau menjadi ketua Wanita Persatuan pusat dan wakil ketua departemen Dakwah DPP PPP yang harus pulang pergi dari Jakarta ke Jombang.

1. Berkunjung ke Pesantren

Setiap satu bulan satu kali, Nyai Hj. Machfudhoh Aly Ubaid datang berkunjung untuk melihat kondisi pesantren dan santri-santrinya. Dan pada saat berkunjung itulah, beliau manfaatkan waktunya untuk mengisi materi dan memberi motivasi kepada para santri.

Diawal kepengasuhan, waktu itu karena Kiai Aly Ubaid masih ada, maka beliaulah yang paling rajin mengisi materi untuk para santri. Sedangkan Nyai Machfudhoh lebih seringnya dua bulan sekali. Nyai Machfudoh juga merupakan sosok yang perhatian terhadap santrinya dengan memperhatikan struktur kepengurusan dan materi pengajian yang diajarkan.

2. Mendataan ulang para ustazd dan ustadzah

Nyai Hj. Machfudhoh Aly Ubaid sering melakukan pendataan ulang para ustazd dan ustadzah yang mengajar. Beliau juga melakukan evaluasi setiap tiga bulan sekali. Dari forum evaluasi tersbut, beliau mengetahui ustadz dan ustadzah yang aktif mengajar dan yang tidak. Kemudian beliau mencari solusinya. Dengan cara tersebut, beliau dapat membenahi pesantren. Selain itu, beliau juga mengadakan pertemuan dengan wali santri setiap tahun ajaran baru.

Baca Juga:  Khadijah, Representasi Perempuan Berdaya Di Masanya

Beliau adalah pengasuh yang perhatian terhadap santrinya, beliau tidak melarang santri untuk mengikuti kegiatan ataupun organisasi diluar pesantren, namun tetap dalam peraturan pesantren. Kegiatan yang diikuti santri seperti ekstrakulikuler di sekolahan dan ORDA (Organisasi Daerah).

 

Karir dan Kiprahnya

Keterlibatan Nyai Hj. Machfudhoh Aly Ubaid dalam dunia politik berawal ketika Ibu Asma Sahroni, sebagai ketua umum PP muslimat NU, sering mengajak beliau untuk dialog tentang permasalahan yang terjadi pada masyarakat.

Dari berbagai perbincangan-perbincangan tersebut, akhirnya menjadikan beliau, tepatnya pada tahun 1976 menjabat sebagai ketua umum Fatayat NU.

1. Menjadi ketua PW Fatayat NU

Menjadi ketua PW Fatayat NU adalah hal yang tak diduga sama sekali oleh Nyai Hj. Machfudhoh Aly Ubaid. Saat itu, yang terlihat siap untuk menjadi ketua adalah Ibu Cicik Mukafi. Namun beliau harus pergi ke Bojonegoro setelah kepergian suaminya. Kemudian, semestinya Ibu Khotimah yang menjadi ketua tetapi beliau pulang ke Malang. Maka PW Fatayat NU menjadi vakum. Pada saat PP. Fatayat NU mengadakan konferensi wilayah, Nyai Machfudhoh diminta untuk memimpin sidang tata tertib.

Saat itu Nyai Hj. Machfudhoh Aly Ubaid belum pernah menjadi pimpinan sidang. Namun pada akhirnya beliau bersedia memimpin siding itu, dan berjalan dengan baik. Setelah itu, beliau, terpilih menjadi ketua Fatayat NU wilayah DKI Jakarta. Selain itu, Nyai Machfudhoh juga menangani majlis ta’lim dan anak yatim di Tebet Timur mulai tahun 1983.

2. Menjadi anggota MPR

Kemudian karier beliau terus berlanjut, hingga pada tahun 1986 yang mengantarkan beliau menjadi anggota MPR menggantikan Pak Yahya Ubaid karena wafat. Dan sekitar pada tahun 1987, beliau menjadi anggota DPR RI.

Dalam kiprahnya, Nyai Hj. Machfudhoh Aly Ubaid pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Dept. Dakwah DPP PPP, Ketua I Pucuk Pimpinan Muslimat NU, Ketua I Yayasan STAJ (Sekolah Tinggi Agama Islam Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang), dan menjadi mengurus pesantren di sana.

 

Wallahu A’lam Bishawab.

Jika teman-teman suka dengan konten ini, silahkan shere ke saudara-saudai yang lainnya. Dengan harapan, bisa menambah ilmu pengetahuan dan konten ini bisa membawa kemanfaatan, Amiin. 

Pos Terkait:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *