Mondok Jangan Sekedar Nyantri, Tetapi Mondok Harus Ngalim dan Ngabdi

Diposting pada

Pilihan untuk memondokkan anak memang sudah menjadi prioritas utama untuk kenyamanan dan keamanan orang tua terhadap anaknya. Di jaman sekarang sudah banyak pesantren yang menggunakan metode-metode pembelajaran yang menyeimbangkan ilmu-ilmu agama dengan ilmu umum. Namun semua masih tetap memakemkan pendidikan pesantren.

Banyak diantara remaja putra dan putri yang menyantrinya di pesantren jauh dari kotanya bahkan sampai ke luar kota hanya untuk mondok di tempat yang mereka pilih. Pilihan pesantren juga ada beberapa yang menyesuaikan ekonomi keluarganya yang penting istiqomahnya dalam mondok tetap mereka jaga dengan baik. Ada pula yang nyantri hanya sekedar “Aku pengen mondok saja”, semua kembali pada dirinya masing-masing.

Banyak pula yang mondok atau nyantri hanya sekedar ikut-ikutan temannya. Padahal yang namanya nyantri itu niat utamanya adalah mencari ilmu untuk bekal di masa depan, juga dalam pencapaian mencari ridhoNya. Niat mondok, niat nyantri namun tidak dengan sungguh-sungguh maka akan merugi untuk kita sendiri terutama. Ada beberapa persoalan di masyarakat yang mana ada seorang remaja mondok dan sudah boyong pulang ke rumah, namun saat di rumah dia tidak memiliki etika layaknya seorang santri.

Hal ini terkadang menjadi pemicu orang menjadi berpikir negatif bahwa santri tapi kelakuannya tidak beretika dan menimbulkan penilaian jelak di masyarakat. Bahkan ada yang sampai mengucapkan percuma nyantri nanti kalau sudah pulang pasti kelakuannya seperti anak remaja yang baru saja terkurung dan kurang pergaulan. Padahal yang seperti itu hanya beberapa, namun yang ikut terkena imbasnya adalah nama pesantren dan santri yang lainnya.

Tapi tidak dipungkiri memang ada yang seperti itu. Mengapa hal seperti itu bisa terjadi?, apa yang menyebabkan mereka bisa seperti itu?, dan apa akibat yang mereka timbulkan terhadap penilaian pada istilah nyantri atau mondok?.

Baca Juga:  Sejarah Singkat Hari Pahlawan 10 November, Bermula dari Pertempuran Sengit di Kota Surabaya

Mungkin penyebabnya adalah karena niat saat nyantri tidak diniatkan sungguh-sungguh mencari ilmu untuk pembuktian bahwa santri adalah permata terindah untuk masa depan orang tuanya dan dirinya kelak.

Menjadi santri itu hanya ada dua pilihan. Pertama adalah menjadi santri biasa-biasa saja, penting mondok dan mengaji cukup, nah yang sepeti ini biasanya kalau sudah pulang mereka akan terlihat menjadi sosok santri yang gagal. Dan untuk yang kedua adalah menjadi santri yang luar biasa dalam arti aku niat mondok mencari bekal masa depan didunia dan akhiratnya demi menggapai ridhoNya dan bekal masa depan orang tuaku. Biasanya santri yang memilih untuk menjadi santri yang luar biasa bakal menjadi sosok yang mbarokahi ketika dia pulang dan terjun langsung di masyarakat sekitarnya.

Bahkan sosok seperti ini akan menjadi sosok yang sangat dirindukan kehadirannya di lingkungan sekitar. Sungguh seperti ini adalah sosok permata terindah untuk kedua orang tuanya. Pernah saya menjumpai seorang santri putri yang sudah boyong. Awalnya dia masih pendiam dan bersikap layaknya seorang santri yang telah menimba ilmu di penjara suci dengan kurun waktu yang tidak sebentar. Pakaiannya masih sopan, perkataannya masih santun. Menjaga dirinya dengan berdiam diri di rumah.

Namun di beberapa waktu ke depan, dia berubah menjadi sosok wanita dewasa yang mengalami masa puber tak terkontrol dan bahkan dia lupa bahwa dia itu menyandang wibawa santri. Pakaiannya yang dahulu gamis sekarang berubah menjadi wanita berbaju yang terlihat menunjukkan lekukan tubuhnya walaupun masih memakai hijab tapi bagi saya itu tidak patut. Dia menjadi sosok yang salah dalam bergaul serta tak sadar bahwa ilmu yang dia terima selama di pondok menjadi sia-sia. Kenapa kok sia-sia? Lha bayangkan saja.

Baca Juga:  Biografi Nyai Hj. Badriyah Fayumi, Ulama Feminis Fenomenal NU

Dia memiliki ilmu dari guru-gurunya namun tidak digunakan bahkan tidak dia sebarkan kan akhirnya menjadi tidak berkah. Ilmu itu sebaiknya disebarkan agar keberkahan selama kita nyantri bisa kita terima. Semua mungkin yang menjadi penyebabnya adalah mereka kurang mengontrol ego diri, hawa nafsu dalam proses pendewasaan dan bisa jadi karena pengaruh media sosial dan kemajuan teknologi di masa modern seperti sekarang. Hal ini dapat berpengaruh buruk bagi lingkungannya, keluarganya dan dirinya sendiri.

Makanya kita kalau sudah menyandang diri sebagai santri sebaiknya berkulah layaknya seorang santri yaitu yang ngalim, Sholeh, Sholehah bisa mengontrol diri dan membawa diri dengan baik dalam situasi dan keadaan apapun. Sebab predikat santri itu pasti menjadi sorotan di kalangan masyarakat. Ketika kita tidak menjadi sosok yang ngalim, tentunya nama pesantren ikut tercoreng jelek. Padahal Kyai sudah sangat mengayomi santrinya dengan biak, memberikan kenyamanan, memberikan kelayakan ilmu dengan sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya.

Namun apakah pantas kita membalasnya dengan menjadi sosok santri tak beretika?. Tentu saja jangan. Kita nyantri itu tidak mudah begitu saja. Kita nyantri itu sudah melewati banyak masalah dan penuh perjuangan. Kenapa  begitu sebab kalau semisal kita di asrama tahfidz harus berjuang menghafalkan ayat-ayat Al-Quran dengan penuh perjuangan sekali, apa iya mau kita sia-siakan begitu saja hanya untuk mengikuti trend masa kini?

Sudah selayaknya saat kita sudah boyong, kita tunjukan bahwa ini lho santri itu. Santri yang tidak hanya sekedar mondok dapat ilmu tapi santri yang menjadi sosok ngalim dan syukur-syukur kalau kita juga memutuskan untuk mengabdi di pesantren. Karena saat kita tidak sekedar mondok dan ikut ngabdi maka berkahnya untuk diri kita sendiri itu sangatlah besar. Kita pulang ke rumah dengan mengikuti kegiatan-kegiatan yang baik, mengamalkan ilmu kita dengan cara salah satunya menjadi guru ngaji,baik guru di TPQ atau di rumah.

Baca Juga:  Berguru Pada Media Sosial, Bolehkah?

Jangan pernah mengkhawatirkan nanti jadi guru ngaji hanya akan mendapat gaji yang sedikit. Jangan pernah berpikir seperti itu. Allah itu Maha Kaya dan Allah itu Maha Baik. Selalu dan selalu tanamkan di hati kita bahwa Allah selalu bersama kita dan jangan lupa libatkanlah Allah dalam segala hal. Maka Allah akan selalu memberikan kita kenikmatan yang luar biasa hingga terkadang tanpa kita duga-duga Allah turunkan nikmat untuk kita. Jangan pula berpikir “Halah cuman guru ngaji saja nanti tidak berjodoh dengan yang keren”.

Wah itu salah, justru Keren kalau kita tidak mendapatkan sosok yang glowing parasnya namun akhlaknya begitu indah di mata Allah. Sebab Allah sudah pilihkan kita jodoh itu dengan sangan baik dan pasti itu yang terbaik. Yang penting itu gapailah ridhoNya, ridho orang tua dan ridho guru-guru kalian. Dengan salah satunya menjadi sosok yang alim sewajar-wajarnya berperilaku layaknya seorang santri ketika terjun di tengah-tengah masyarakat. Dan satu lagi yaitu ngabdi, berkahnya kita ngabdi itu sangat luar biasa.

Ayolah para santri putra maupun santri putri, kita buktikan bahwa seorang santri itu tidak sekedar santri mencari ilmu saja. Namun kita buktikan bahwa kita adalah sosok santri yang luar biasa dalam arti bukan hanya mondok tapi juga ngalim dan ngabdi untuk mengapai keridhoanNya. Serta mendapatkan Keberkahan-Nya agar kehadiran kita selalu menjadi sosok yang dirindukan dan mbarokahi.

 

Pos Terkait:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *